Berbicara tentang nuklir, artinya ada hal yang harus
dan mesti kita perhatikan dengan baik sebelum memulai pembahasan ini lebih
lanjut. Ini tentu sebagai upaya bagi kita utamanya bagi penulis, untuk
melakukan pengkajian yang sistematis ikhwal masalah ini. kenapa hal ini perlu
dilakukan, serta apa yang menyebabkan kita selalu berfikiran negatif ketika
kita menyebutkan kata atau istilah (baca:Nuklir) sehingga memandangnya sebagai
sesuatu yang berbahaya yang harus dan mesti kita hindarkan dari sebuah bangsa
atau negara, adalah beberapa pertanyaan yang harus kita jawab dalam pembahasan
ini.
Ada tiga hal yang harus diperhatikan ketika kita
berbicara tentang nuklir di abad ke-21 seperti sekarang ini. umumnya penulis
mengklasifikasikannya kedalam beberapa bagian diantaranya: pertama, sejarah
nuklir. kedua, nuklir sebagai teknologi baru. ketiga, pemanfaatan teknologi
nuklir itu sendiri. Meski pun, tentu, ada beberapa hal lain lagi yang lebih
penting yang belum bisa penulis uraikan dalam pembahasan ini disebabkan karena waktu
yang begitu terbatas dalam membuat tulisan sesingkat ini.
Sekarang mari kita mulai pengkajian dengan lebih
menekankan ketelitian berdasaran urutan seperti yang telah kita singgung diatas.
Sejarah Nuklir
Dalam
pengkajian ini, hal yang akan penulis lebih tekankan terlebih dahulu adalah
kita tidak akan membahas sejarah nuklir secara mendalam. Ini karena, selain
pokok pembahasan kita tidak berkenaan dengan hal tersebut, tapi minimal kita bisa
tahu kapan, oleh siapa dan untuk apa nuklir itu ditemukan.
Dalam sejarah perkembangannya, aktivitas nuklir dimulai
pada tahun 1896 oleh Antoine Henri Becquerel, yang pada saat itu ditandai
dengan penemuannya terhadap radioaktivitas uranium. Selanjutnya, Pierre Curie dan
Marie Curie mulai melakukan penelitian tentang fenomena ini. Dalam prosesnya,
mereka mengisolasi unsur radium yang sangat radioaktif. Mereka menemukan bahwa
material radioaktif memproduksi gelombang yang intens, yang mereka namai dengan
alfa, beta, dan gamma. Beberapa jenis radiasi yang mereka temukan mampu
menembus berbagai material dan semuanya dapat menyebabkan kerusakan. Malangnya,
seluruh peneliti radioaktivitas pada masa itu menderita luka bakar akibat
radiasi, lua bakar ini mirip dengan luka bakar akibat sinar matahari, dan hanya
sedikit yang memikirkan hal itu.
Pada periode selanjutnya penelitian ikhwal nuklir
ini terus berlanjut, hingga kemudian dikembangkan lagi oleh Albert Einsten, ia
meneliti nuklir hingga sampai pada tahap bahwa nuklir dapat dijadikan sebagai
bom atom. Nuklir adalah energi yang terjadi akibat pembelahan inti atom dan
penggabungan beberapa inti melalui reaksi fusi yang terjadi di dalam reaktor
nuklir. Secara umum, energi nuklir dapat dihasilkan melalui dua macam
mekanisme, yaitu pembelahan inti atau reaksi fisi dan penggabungan beberapa
inti melalui reaksi fusi. Hingga pada 1942 ketika perang dunia II mulai
bergejolak, dan dengan bantuan para ilmuwan ketika itu akhirnya nuklir pun
dapat dijadikan sebagai bom yang berhulu ledak nuklir. Akibat dari temuan ini
pun, ingatan kita tentang peristiwa bersejarah yang begitu sadis atau lebih
tepatnya pembunuhan massal yang dilakukan oleh pemimpin jahil negara arogan
ketika itu (Amerika Serikat) dan sekutu-sekutunya dimana harus membuat dua kota
besar yang ada dijepang (Hiroshima dan Nagasaki) diluluh lantakkan oleh keuatan
dahsyat bom atom tersebut, hingga akhirnya menjadi ending dari timbulnya
pemikiran negatif tentang nuklir.
Nuklir Sebagai
Teknologi Baru
Awal perkembangan
teknologi nuklir seiring sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dalam
cabangnya yang kita kenal dengan sebutan sains dan teknologi. Ketika para
ilmuwan mampu menemukan bahwa nuklir dapat dijadikan sebagai sebuah senjata,
ini dapat kita jadikan sebagai bukti yang kuat dari upaya para ilmuwan dengan
bantuan sang pencipta alam semesta untuk terus mengembangkan teknologi canggih
ini. Sebenarnya, jika kita hendak melakukan perenungan mendalam tentang hal ini,
dan berani menguji sampai dimana kemampuan kita dalam merefleksi ingatan
tentang perkembangan teknologi dalam ranah praksis kehidupan kita maka, niscaya
kita akan sampai pada masa dimana alat pengolah sumber daya itu pertama kali
digunakan hingga terus mengalami perkembangan seperti sekarang ini.
Kita sama-sama tahu, bahwa dimasa lalu, ada
kehidupan yang kita sebut dengan era manusia primitif. Dimana manusia-manusia
yang hidup di zaman itu berupaya untuk mengelolah sumber daya dengan alat yang
seadanya saja. Pada masa itu, mereka menggunakan batu dan kayu sebagai alat
untuk mempertahankan hidupnya di hutan belantara yang sangat luas. Tidak merasa
nyaman dengan hal itu, manusia-manusia primitif ini kemudian beralih dari batu
dan kayu kepada tulang-tulang binatang. Hal ini bagi mereka agak terkesan lebih
tidak sulit dibandingan dengan alat sebelumnya. Sebab, mereka dapat menggunakan
tulang berulang yang mereka dapatkan dari hasil berburuh binatang itu dengan
menjadikannya sebagai alat yang lebih baik dari sebelumnya seperti pisau,
tombak, dan lain sebagainya.
Seiring berjalannya waktu, era manusia primitif ini
pun perlahan-lahan mulai memudar. Selanjutnya manusia kini menemukan hal baru
sebagai alat yang digunaan untuk terus bertahan hidup disatu sisi dan mengolah
sumber daya yang dimilikinya disisi lainnya. Dengan alat yang masih sederhana,
mereka telah menemukan berbagai macam bentuk kekayaan alam seperti perak, emas,
besi dan lain sebagainya yang mereka gunakan sebagai alat tukar menukar yang
hingga saat ini pun masih dapat kita jumpai. Ternyata kecenderungan manusia
untuk selalu mengakses ilmu pengetahuan hingga menemukan hal-hal baru dalam
setiap lini dari hidup dan kehidupannya tidak hanya berhenti sampai disitu
saja. Pada paruh abad ke-7, era penemuan kincir angin pun menjadi bukti nyata
akan hal ini. Meski faktanya, masih banyak pihak atau kalangan yang tidak tahu
menahu akan persoalan ini sangat berani memberikan klaiman sepihak mengenai
sejarah eksistensi kincir angin tersebut. Hingga akibatnya, kebanyakan dari
mereka hanya sampai pada tahap penyimpulan bahwa kincir angin ternyata pertama
kali eksis dan dimulai di Belanda, hanya karena negara tersebut sangat populer
dengan sebutan “negara kincir anginnya”. Hal yang harus dan mesti kita ketahui
bersama dalam pembahasan ini adalah bahwa sebagai alat pengelolah sumber daya
pada masa itu, kincir angin faktanya bukanlah pertama kali berasal dari negara
yang sangat terkenal denga kincir anginnya tersebut (Belanda) atau lebih
universalnya bahwa kincir angin tidak lah berasal dari benua Eropa melainkan
Persia.
Hal ini dapat kita kaji dengan melakukan pelacakan
terhadap naskah tertua tentang kincir angin itu sendiri yang terdapat dalam
tulisan Arab dari abad ke-9 Masehi yang menjelaskan bahwa kincir angin yang
dioperasikan di perbatasan Iran dan Afganistan sudah ada sejak beberapa abad
sebelumnya, kadang disebut Persian windmill. Jenis yang sama juga digunakan di
Cina untuk menguapkan air laut dalam memproduksi garam. Terakhir masih
digunakan di Crimea, Eropa dan Amerika Serikat. Namun terlepas dari disputasi
diatas, menyusul semakin berkembang pesatnya ilmu pengetahuan, era mesin cetak
dan elektronik pun perlahan-lahan mulai di temukan, hingga dalam
perkembangannya yang terus-menerus mengalami kemajuan, teknologi nano pun
menjadi temuan terbaru para ilmuwan yang kemudian di kembangkan lagi hingga
kita saat ini telah sampai dierah teknologi modern, yang oleh semua kalangan
sangat trend menyebutnya sebagai era teknologi nano digital. Dimasa ini, mesin
tidak lagi dikontrol sepenuhnya dengan peralatan manual. Melainkan capaian baru
dari hasil teknologi nano digital seperti komputer yang paling umum digunakan
dalam hal ini. Lalu bagaimana dengan nuklir sebagai teknologi baru yang bersamaan
dengan teknologi nano digital saat ini? dapatkah kita akan menyangkal bahwa
saat ini kita telah hidup dierah teknologi “nano nuklir” yang sangat sangat
jarang diperbincangkan oleh banyak kalangan? atau salahkah jika kita memberikan
usulan tentang sebuah terminilogi baru dengan istilah “era nano nuklir” untuk
mewakili era kita sekarang ini?. Bahwa saat ini dalam mengamati perkembangan
ilmu pengetahuan dalam cabangnya yang oleh semua kalangan menyebutnya sebagai
sains dan teknologi, telah menghantarkan kita pada era tersebut. Ya, nuklir
sebagai teknologi baru yang terus mengalami perkembangan dari tahun ke tahun
tidak bisa di pandang remeh, terlepas bahwa dalam catatan sejarahnya setelah
kejadian yang menimpah Hiroshima dan Nagasaki di jepang ketika itu terpaksa
harus membuat banyak orang alergi hingga melakukan penentangan terhadap setiap
negara yang mengembangkan teknologi canggih tersebut. Oleh sebab itu dalam
pembahasan selanjutnya, sebagai upaya penulis untuk meminimalisir segala
anggapan buruk yang sengaja diciptakan untuk menentang perkembangan teknologi
baru ini, utamanya bagi negara-negara dunia ketiga, yang padahal sangat
bermanfaat bagi siapa saja dari negara tersebut yang hendak mengelolah
teknilogi baru ini dengan baik.
Pemanfaatan Teknologi
Nuklir
Pada umumnya pemanfaatan teknologi nuklir dapat kita
klasifikasikan menjadi dua bagian yaitu: pertama, penggunanaan teknologi nuklir
sipil/damai. Kedua, penggunaan teknologi nuklir dengan tujuan militer.
Nuklir sebagai capaian baru dalam dunia sains dan
teknologi di era seperti sekarang ini, ibaratkan sebuah pisau yang siap
menerkam siapa saja. Jika pisau itu diberada ditangan seorang koki atau juru
masak maka niscaya ia akan bermanfaat bagi umat manusia. Sebab, ia dapat
menghasilkan beraneka ragam masakan yang lezat. Sebaliknya jika ia berada di
tangan seorang pencuri maka, niscaya pisau itu akan dijadikan alat untuk
membunuh dan lain sebagainya.
Salah satu kekeliruan yang mengakar dalam tempurung
akal sebagian besar orang saat ini adalah ketika berbicara tentang “teknologi
tuklir”, yang kemudian terlintas dalam benak mereka hanyalah paradigma negatif
ikhwal hal tersebut. Bahwasanya Nuklir
sebagai sebuah teknologi selalu disamakan dengan bom atom. Akibatnya, ketika seorang
pemimpin dan ilmuwan suatu negara hendak mengembangkan teknologi canggih
tersebut maka, upaya penentangan pun entah itu dari warga negaranya sendiri
yang tidak tahu menahu tentang hal ini, akhirnya menjadi sesuatu yang tak
terelakkan.
Dengan melihat fenomena seperti inilah, hingga muncul
kesadaran bagi penulis untuk menjabarkan secara lebih ringkas dan terperinci hal
ikhwal mengenai pemanfaatan teknologi nuklir yang sebelumnya telah kita
klasifikasikan kedalam dua bagian diatas, di antaranya:
a. Penggunanaan
teknologi nuklir sipil/damai
Saat
ini ada beberapa negara yang sedang berupaya keras untuk mengembangkan
teknologi nuklir sipil di negaranya masing-masing, dan hampir semua dari negara
yang dimaksud tergabung dalam oganisasi, badan-badan, lembaga
baik di tingkat nasional negaranya mau pun di dunia internasional demi mencapai
tujuan tesebut. Beberapa diantaranya
adalah Indonesia, meski pun beberapa reaktor nuklirnya masih dalam skala riset,
kemudian Iran, yang sudah sampai pada tahap pemanfaatan teknologi nuklir dalam
bidang kedokteran, pembangkit listrik. Serta mulai mengupacayakan terobosan
baru untuk memasuki bidang siklus produksi bahan bakar nuklir dengan berbagai
aspeknya, dan masih banyak lagi negara-negara lainnya. Singkatnya adalah
selain untuk senjata, teknologi nuklir pun dapat dijadikan sebagai alat yang
sangat bermanfaat bagi suatu bangsa atau negara yang hendak mengembangkan
teknologi nuklir ini demi kepentingan damai. Sebab teknologi nuklir damai ini
dapat menghendel berbagai sektor yang kemudian akan membuat setiap siapa saja
negara yang mengelolahnya dengan baik, itu akan mandiri dan tidak lagi
bergantung kepada negara-negara adidaya. Umumnya dapat dibagi kedalam beberapa
bagian seperti sektor energi, Medis, industri, komersial serta untuk memproses
makanan dan pertanian.
b. Penggunaan
teknologi nuklir dengan tujuan militer
Seperti
yang telah kita singgung sebelumnya, bahwa selain dengan tujuan damai, nuklir
pun dapat diterapkan sebagai alat untuk membuat senjata pemusnah massal. Pasca
hancurnya jepang yang di luluh lantakkan oleh musuh dalam perang dunia kedua
dengan bom atom yang berhulu ledak nuklir merupakan salah satu bukti kuat
dimana suatu negara telah memproduksi dan mengembangkan teknlogi nuklirnya
dengan tujuan militer. Akibatnya, setelah peristiwa bersejarah itu berakhir,
beberapa negara pun selanjutnya berlomba-lomba mengaktifkan beberapa reaktor
nuklirnya untuk mencapai tujuan militernya tersebut. Sudah menjadi rahasia umum
bahwa beberapa negara yang kita maksudkan disini tidak lain seperti: Israel,
Amerika Serikat, Jerman, Inggris, Prancis, korea Utara, Rusia, Bosnia, India, dan
Pakistan. Dengan
melihat fakta semakin banyaknya negara yang memproduksi senjata nuklir,
akhirnya PBB mendirikan sebuah Badan Tenaga Atom Internasional International
Atomic Energy Agency atau (IAEA) untuk mengawasi setiap negara yang sedang
berupaya mengembangkan teknologi nuklirnya dan dengan Perjanjian Nonproliferasi Nuklir, Nuclear
Non-Proliferation Treaty atau (NPT) yang dibuat untuk membatasi kepemillikan
senjata nuklir, Perjanjian ini memiliki tiga pokok utama, yaitu nonproliferasi,
perlucutan, dan hak untuk menggunakan teknologi nuklir untuk kepentingan damai.
Beberapa negara yang sedang mengembangkan teknologi canggih tersebut akhirnya
di “paksa” bertanda tangan untuk mencapai kesepakatan bersama ikhwal program nuklir
ini.
Negara Dunia Ketiga Dan
Program Nukliranya
Wacana nuklir Iran tentang apakah negara tersebut
akan memanfaatkan teknologi nuklirnya demi tujuan militer seperti yang sering
di hembuskan oleh media-media Barat untuk menentang laju negara para mullah tersebut
bergerak maju dalam hal pengembangan teknologi nuklir damainya memang tidak
bisa di pungikiri bahwa sebagai sebuah isu, ternyata mampu mempengauhi berbagai
sektor dalam ranah praksis dalam dunia internasional entah itu dalam hal
ekonomi, politik, sosial, mau pun budaya.
Disisi lain hegemoni pemikiran Barat dan isu perang
terhadap Islam, serta kemampuan mereka memilah-milah negara didunia kedalam
tiga kategori bedasarkan tolok ukur ekonominya hingga kita kemudian mengenal
adanya sebutan yakni negara maju, berkembang, serta miskin atau terbelakang.
Sekarang mari kita lihat dimana semua negara dalam dunia islam ternyata tidak
satu pun dimasukan dalam kategori yang petama melainan haurus terdampar dalam
kategori kedua dan ketiga. Akibatnya, sesuai logika bangsa Eropa, negara-negara
Islam yang masuk dalam kategori kedua dan ketiga akhirnya dipaksa untuk
mengikuti segala sesuatu yang menjadi prioritas utama negara maju tersebut.
Dengan melihat fenomena ini negara Republik Islam
Iran dengan segala tekad serta upaya untuk eksis dalam berbagai hal utamanya
dalam hal pengembangan ilmu pengetahuan seperti sains dan tenologi faktanya
harus menuai berbagai macam hambatan untuk membuktikan kepeda negara-negara
adidaya bahwa mereka sangat keliru meletakkan negara islam dalam kategori
negara miskin atau terbelakang.
Meski demikian, upaya seperti ini penulis yakini
tentu tidak hanya berlaku di Iran saja sebagai sebuah negara yang secara konsep
mau pun gerakan telah menyatakan sikap untuk memberikan pelawanan kepada Barat.
Negara-nagara islam lainnya harus bersatu dalam hal ini, mengembangan segala
potensi yang mereka miliki, dan melihat bahwa musuh utama mereka bukanlah
sesama internal Islam melainkan negara-negara Barat yang sudah dan telah
menyatakan perang terhadap islam baik secara terang-terangan mau pun sembunyi-sembunyi.
Utamanya gerakan Zionis Israel yang mendapat tempat sebagai dalang dari semua
pemasalahan yang menimpa negara-negara islam saat ini.
Iran hanyalah sebuah contoh negara islam yang
berusaha untuk mandiri dengan memanfaatkan fasilitas yang ada utamanya dalam
hal pengembangan teknologi nuklir damainya disatu sisi serta berusaha untuk
memutus habis konsep ketergantungan kepada Barat disisi lainnya.
Permasalahan utama yang menjadi ketakutan Barat akan
berhasilnya negara-negara yang mereka kelompokkan dalam kategori negara miskin
atau terbelakang dalam hal pengembangan teknologi nuklirnya bukanlah terletak
pada apakah negara-negara tersebut akan memproduksi senjata pemusna massal. Isu
tentang senjata pemusnah massal atau bom atom dalam tataran global hanyalah
sebuah kebohongan belaka seperti yang pernah dilakukan Amerika Serikat yang di
dalangi oleh Zionis Israel kepada Irak, hingga menyebabkan adanya kependudukan
militer dinegara itu. Jika pun negara-negara Islam memproduksinya, lantas
dapatkah akal membenarkan sebuah kecaman atau bentuk pelarangan yang justru
datangnya dari sebuah negara yang pernah menghancurkan negara lain dengan bom
nuklirnya? Yang hingga sampai saat ini pun masih tetap konsisten untuk memiliki
senjata pemusnah tersebut.
Ironisnya karena, jika pun Barat terus mengecam Republik
Islam Iran sebagai salah satu negara Islam ditimur tengah, yang mereka klaim
dan tuduhkan sebagai negara yang sedang memproduksi senjata nuklir namun,
lagi-lagi kecaman itu faktanya hanya belaku sepihak saja dan selalu akrab
dengan negara-negara Islam di dunia. Negara sekutu mereka selalu aman dari hal
ini sebab, bagi negara barat, kemajuan dan persatuan umat muslim didunia
merupakan masalah terbesar dibandingkan dengan kemajuan mereka dalam hal
teknologi nuklir sekali pun. Isu yang negatif tentang nuklir, Agama, Mazhab,
politik, keamanan global dan lain sebagainya adalah sebuah upaya untuk memecah
belah persatuan umat muslim diseluruh dunia. Anehnya, meski pun hal ini sudah
terlihat begitu nampak di depan mata umat islam itu sendiri, tapi upaya untuk
bersatu itu pun masih sangat sulit untuk di mulai disebabkan karena masih
adanya beberapa kalangan atau mazhab tertentu di internal islam yang hanya
pandai mengumbar tentang pentingnya mengharagai perbedaan tapi dalam ranah praksis
tindakan mereka justru malah saling menghujat antar satu sama lain.
Katakanlah saat ini kita mengamini perkataan Barat
yang menempatkan semua negara islam dalam kategori negara terbelakang. Hingga
akibatnya, upaya pencegahan ikhwal perkembangan teknologi nuklir di negara itu
pun menjadi hal yang tak terelakkan. melihat fenomena seperti ini, kita wajib
bertanya, mengapa mereka melakukan hal yang demikian kelirunya? Tentu jawaban
yang paling sederhana yang dapat penulis ajukan disini adalah tidak lain karena
mereka (negara barat) sangat memahami betul akan pentingnya pemanfaatan
teknologi nuklir damai dari pada hanya sekedar untuk tujuan militer saja.
Maksudnya adalah, siapa pun bagi setiap negara yang berhasil mengembangkan
teknlogi nuklir damai ini dengan baik, maka negara tersebut niscaya akan
mandiri dengan sendirinya. Negara itu akan melepaskan konsep ketergantungan
multak yang selama ini mereka terapkan kepada negara-negara Barat. Dan jika
sudah demikian, maka tidak akan lagi konsep negara dunia ketiga (negara
berkembang) atau miskin dan terbelakang dalam konsep ekonomi mereka yang akan
selalu siap menjadi budak dan menjadikan negara maju sebagai kiblatnya dalam
hal memajukan perekonomian, politik, sosial, budaya dan lain sebagainya. Konsep ketergantungan negara terbelakang kepada
negara maju akan sirna terhapus oleh deru pemanfaatan teknologi nuklir damai
tersebut.
Oleh sebab itu tidak ada alasan bagi peminmpin negara-negara
dunia ketiga yang memiliki potensi dalam mengembangkan teknologi canggih ini
untuk berdiam diri. Sebab, teknologi nuklir yang dikembangan secara baik dan
damai sebagai upaya untuk memperlakukan ciptahan Tuhan dimuka bumi sesuai
dengan keinginanNya sungguh tidak akan membuat negara yang mengembangannya
merasa rugi, alih-alih justru membuat negara musuh merasa gelisah dan berupaya
untuk melakukan pencegahan dengan berbagai macam cara yang mereka miliki.
Pemanfaatan Teknologi Nuklir Damai sungguh sangat bermanfaat bagi negara dunia
ketiga demi menemukan jati diri negara atau bangsanya yang selama ini sudah dan
telah di injak-injak oleh Barat. Dan merupakan salah satu syarat yang ampuh
untuk membuat suatu negara atau bangsa mandiri dalam hal apa pun yang menjadi
prioritas utama suatu negara dalam mencapai kepentingan nasionalnya hingga tak
adalagi konsep ketergantungan mutlak kepada negara-negara Barat.
Oleh:
ISMAIL SAMAD
Kader
Sekolah Peradaban Angkatan Pertama
Great bung :)
ReplyDeletelebih (Great) kamu Adikku. Semangat selalu nulisnya yaaa??
Delete