Monday, December 8, 2014

NUKLIR, NEGARA DUNIA KETIGA DAN KEMANDIRIAN BANGSA

Berbicara tentang nuklir, artinya ada hal yang harus dan mesti kita perhatikan dengan baik sebelum memulai pembahasan ini lebih lanjut. Ini tentu sebagai upaya bagi kita utamanya bagi penulis, untuk melakukan pengkajian yang sistematis ikhwal masalah ini. kenapa hal ini perlu dilakukan, serta apa yang menyebabkan kita selalu berfikiran negatif ketika kita menyebutkan kata atau istilah (baca:Nuklir) sehingga memandangnya sebagai sesuatu yang berbahaya yang harus dan mesti kita hindarkan dari sebuah bangsa atau negara, adalah beberapa pertanyaan yang harus kita jawab dalam pembahasan ini.
Ada tiga hal yang harus diperhatikan ketika kita berbicara tentang nuklir di abad ke-21 seperti sekarang ini. umumnya penulis mengklasifikasikannya kedalam beberapa bagian diantaranya: pertama, sejarah nuklir. kedua, nuklir sebagai teknologi baru. ketiga, pemanfaatan teknologi nuklir itu sendiri. Meski pun, tentu, ada beberapa hal lain lagi yang lebih penting yang belum bisa penulis uraikan dalam pembahasan ini disebabkan karena waktu yang begitu terbatas dalam membuat tulisan sesingkat ini.
Sekarang mari kita mulai pengkajian dengan lebih menekankan ketelitian berdasaran urutan seperti yang telah kita singgung diatas.

Sejarah Nuklir
   Dalam pengkajian ini, hal yang akan penulis lebih tekankan terlebih dahulu adalah kita tidak akan membahas sejarah nuklir secara mendalam. Ini karena, selain pokok pembahasan kita tidak berkenaan dengan hal tersebut, tapi minimal kita bisa tahu kapan, oleh siapa dan untuk apa nuklir itu ditemukan.
Dalam sejarah perkembangannya, aktivitas nuklir dimulai pada tahun 1896 oleh Antoine Henri Becquerel, yang pada saat itu ditandai dengan penemuannya terhadap radioaktivitas uranium. Selanjutnya, Pierre Curie dan Marie Curie mulai melakukan penelitian tentang fenomena ini. Dalam prosesnya, mereka mengisolasi unsur radium yang sangat radioaktif. Mereka menemukan bahwa material radioaktif memproduksi gelombang yang intens, yang mereka namai dengan alfa, beta, dan gamma. Beberapa jenis radiasi yang mereka temukan mampu menembus berbagai material dan semuanya dapat menyebabkan kerusakan. Malangnya, seluruh peneliti radioaktivitas pada masa itu menderita luka bakar akibat radiasi, lua bakar ini mirip dengan luka bakar akibat sinar matahari, dan hanya sedikit yang memikirkan hal itu.
Pada periode selanjutnya penelitian ikhwal nuklir ini terus berlanjut, hingga kemudian dikembangkan lagi oleh Albert Einsten, ia meneliti nuklir hingga sampai pada tahap bahwa nuklir dapat dijadikan sebagai bom atom. Nuklir adalah energi yang terjadi akibat pembelahan inti atom dan penggabungan beberapa inti melalui reaksi fusi yang terjadi di dalam reaktor nuklir. Secara umum, energi nuklir dapat dihasilkan melalui dua macam mekanisme, yaitu pembelahan inti atau reaksi fisi dan penggabungan beberapa inti melalui reaksi fusi. Hingga pada 1942 ketika perang dunia II mulai bergejolak, dan dengan bantuan para ilmuwan ketika itu akhirnya nuklir pun dapat dijadikan sebagai bom yang berhulu ledak nuklir. Akibat dari temuan ini pun, ingatan kita tentang peristiwa bersejarah yang begitu sadis atau lebih tepatnya pembunuhan massal yang dilakukan oleh pemimpin jahil negara arogan ketika itu (Amerika Serikat) dan sekutu-sekutunya dimana harus membuat dua kota besar yang ada dijepang (Hiroshima dan Nagasaki) diluluh lantakkan oleh keuatan dahsyat bom atom tersebut, hingga akhirnya menjadi ending dari timbulnya pemikiran negatif tentang nuklir.

Nuklir Sebagai Teknologi Baru
   Awal perkembangan teknologi nuklir seiring sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dalam cabangnya yang kita kenal dengan sebutan sains dan teknologi. Ketika para ilmuwan mampu menemukan bahwa nuklir dapat dijadikan sebagai sebuah senjata, ini dapat kita jadikan sebagai bukti yang kuat dari upaya para ilmuwan dengan bantuan sang pencipta alam semesta untuk terus mengembangkan teknologi canggih ini. Sebenarnya, jika kita hendak melakukan perenungan mendalam tentang hal ini, dan berani menguji sampai dimana kemampuan kita dalam merefleksi ingatan tentang perkembangan teknologi dalam ranah praksis kehidupan kita maka, niscaya kita akan sampai pada masa dimana alat pengolah sumber daya itu pertama kali digunakan hingga terus mengalami perkembangan seperti sekarang ini.
Kita sama-sama tahu, bahwa dimasa lalu, ada kehidupan yang kita sebut dengan era manusia primitif. Dimana manusia-manusia yang hidup di zaman itu berupaya untuk mengelolah sumber daya dengan alat yang seadanya saja. Pada masa itu, mereka menggunakan batu dan kayu sebagai alat untuk mempertahankan hidupnya di hutan belantara yang sangat luas. Tidak merasa nyaman dengan hal itu, manusia-manusia primitif ini kemudian beralih dari batu dan kayu kepada tulang-tulang binatang. Hal ini bagi mereka agak terkesan lebih tidak sulit dibandingan dengan alat sebelumnya. Sebab, mereka dapat menggunakan tulang berulang yang mereka dapatkan dari hasil berburuh binatang itu dengan menjadikannya sebagai alat yang lebih baik dari sebelumnya seperti pisau, tombak, dan lain sebagainya.
Seiring berjalannya waktu, era manusia primitif ini pun perlahan-lahan mulai memudar. Selanjutnya manusia kini menemukan hal baru sebagai alat yang digunaan untuk terus bertahan hidup disatu sisi dan mengolah sumber daya yang dimilikinya disisi lainnya. Dengan alat yang masih sederhana, mereka telah menemukan berbagai macam bentuk kekayaan alam seperti perak, emas, besi dan lain sebagainya yang mereka gunakan sebagai alat tukar menukar yang hingga saat ini pun masih dapat kita jumpai. Ternyata kecenderungan manusia untuk selalu mengakses ilmu pengetahuan hingga menemukan hal-hal baru dalam setiap lini dari hidup dan kehidupannya tidak hanya berhenti sampai disitu saja. Pada paruh abad ke-7, era penemuan kincir angin pun menjadi bukti nyata akan hal ini. Meski faktanya, masih banyak pihak atau kalangan yang tidak tahu menahu akan persoalan ini sangat berani memberikan klaiman sepihak mengenai sejarah eksistensi kincir angin tersebut. Hingga akibatnya, kebanyakan dari mereka hanya sampai pada tahap penyimpulan bahwa kincir angin ternyata pertama kali eksis dan dimulai di Belanda, hanya karena negara tersebut sangat populer dengan sebutan “negara kincir anginnya”. Hal yang harus dan mesti kita ketahui bersama dalam pembahasan ini adalah bahwa sebagai alat pengelolah sumber daya pada masa itu, kincir angin faktanya bukanlah pertama kali berasal dari negara yang sangat terkenal denga kincir anginnya tersebut (Belanda) atau lebih universalnya bahwa kincir angin tidak lah berasal dari benua Eropa melainkan Persia.
Hal ini dapat kita kaji dengan melakukan pelacakan terhadap naskah tertua tentang kincir angin itu sendiri yang terdapat dalam tulisan Arab dari abad ke-9 Masehi yang menjelaskan bahwa kincir angin yang dioperasikan di perbatasan Iran dan Afganistan sudah ada sejak beberapa abad sebelumnya, kadang disebut Persian windmill. Jenis yang sama juga digunakan di Cina untuk menguapkan air laut dalam memproduksi garam. Terakhir masih digunakan di Crimea, Eropa dan Amerika Serikat. Namun terlepas dari disputasi diatas, menyusul semakin berkembang pesatnya ilmu pengetahuan, era mesin cetak dan elektronik pun perlahan-lahan mulai di temukan, hingga dalam perkembangannya yang terus-menerus mengalami kemajuan, teknologi nano pun menjadi temuan terbaru para ilmuwan yang kemudian di kembangkan lagi hingga kita saat ini telah sampai dierah teknologi modern, yang oleh semua kalangan sangat trend menyebutnya sebagai era teknologi nano digital. Dimasa ini, mesin tidak lagi dikontrol sepenuhnya dengan peralatan manual. Melainkan capaian baru dari hasil teknologi nano digital seperti komputer yang paling umum digunakan dalam hal ini. Lalu bagaimana dengan nuklir sebagai teknologi baru yang bersamaan dengan teknologi nano digital saat ini? dapatkah kita akan menyangkal bahwa saat ini kita telah hidup dierah teknologi “nano nuklir” yang sangat sangat jarang diperbincangkan oleh banyak kalangan? atau salahkah jika kita memberikan usulan tentang sebuah terminilogi baru dengan istilah “era nano nuklir” untuk mewakili era kita sekarang ini?. Bahwa saat ini dalam mengamati perkembangan ilmu pengetahuan dalam cabangnya yang oleh semua kalangan menyebutnya sebagai sains dan teknologi, telah menghantarkan kita pada era tersebut. Ya, nuklir sebagai teknologi baru yang terus mengalami perkembangan dari tahun ke tahun tidak bisa di pandang remeh, terlepas bahwa dalam catatan sejarahnya setelah kejadian yang menimpah Hiroshima dan Nagasaki di jepang ketika itu terpaksa harus membuat banyak orang alergi hingga melakukan penentangan terhadap setiap negara yang mengembangkan teknologi canggih tersebut. Oleh sebab itu dalam pembahasan selanjutnya, sebagai upaya penulis untuk meminimalisir segala anggapan buruk yang sengaja diciptakan untuk menentang perkembangan teknologi baru ini, utamanya bagi negara-negara dunia ketiga, yang padahal sangat bermanfaat bagi siapa saja dari negara tersebut yang hendak mengelolah teknilogi baru ini dengan baik. 

Pemanfaatan Teknologi Nuklir
Pada umumnya pemanfaatan teknologi nuklir dapat kita klasifikasikan menjadi dua bagian yaitu: pertama, penggunanaan teknologi nuklir sipil/damai. Kedua, penggunaan teknologi nuklir dengan tujuan militer.
Nuklir sebagai capaian baru dalam dunia sains dan teknologi di era seperti sekarang ini, ibaratkan sebuah pisau yang siap menerkam siapa saja. Jika pisau itu diberada ditangan seorang koki atau juru masak maka niscaya ia akan bermanfaat bagi umat manusia. Sebab, ia dapat menghasilkan beraneka ragam masakan yang lezat. Sebaliknya jika ia berada di tangan seorang pencuri maka, niscaya pisau itu akan dijadikan alat untuk membunuh dan lain sebagainya.
Salah satu kekeliruan yang mengakar dalam tempurung akal sebagian besar orang saat ini adalah ketika berbicara tentang “teknologi tuklir”, yang kemudian terlintas dalam benak mereka hanyalah paradigma negatif ikhwal hal tersebut. Bahwasanya  Nuklir sebagai sebuah teknologi selalu disamakan dengan bom atom. Akibatnya, ketika seorang pemimpin dan ilmuwan suatu negara hendak mengembangkan teknologi canggih tersebut maka, upaya penentangan pun entah itu dari warga negaranya sendiri yang tidak tahu menahu tentang hal ini, akhirnya menjadi sesuatu yang tak terelakkan.
Dengan melihat fenomena seperti inilah, hingga muncul kesadaran bagi penulis untuk menjabarkan secara lebih ringkas dan terperinci hal ikhwal mengenai pemanfaatan teknologi nuklir yang sebelumnya telah kita klasifikasikan kedalam dua bagian diatas, di antaranya:
a.    Penggunanaan teknologi nuklir sipil/damai
Saat ini ada beberapa negara yang sedang berupaya keras untuk mengembangkan teknologi nuklir sipil di negaranya masing-masing, dan hampir semua dari negara yang dimaksud tergabung dalam oganisasi, badan-badan, lembaga baik di tingkat nasional negaranya mau pun di dunia internasional demi mencapai tujuan tesebut.  Beberapa diantaranya adalah Indonesia, meski pun beberapa reaktor nuklirnya masih dalam skala riset, kemudian Iran, yang sudah sampai pada tahap pemanfaatan teknologi nuklir dalam bidang kedokteran, pembangkit listrik. Serta mulai mengupacayakan terobosan baru untuk memasuki bidang siklus produksi bahan bakar nuklir dengan berbagai aspeknya, dan masih banyak lagi negara-negara lainnya. Singkatnya adalah selain untuk senjata, teknologi nuklir pun dapat dijadikan sebagai alat yang sangat bermanfaat bagi suatu bangsa atau negara yang hendak mengembangkan teknologi nuklir ini demi kepentingan damai. Sebab teknologi nuklir damai ini dapat menghendel berbagai sektor yang kemudian akan membuat setiap siapa saja negara yang mengelolahnya dengan baik, itu akan mandiri dan tidak lagi bergantung kepada negara-negara adidaya. Umumnya dapat dibagi kedalam beberapa bagian seperti sektor energi, Medis, industri, komersial serta untuk memproses makanan dan pertanian.
b.    Penggunaan teknologi nuklir dengan tujuan militer
Seperti yang telah kita singgung sebelumnya, bahwa selain dengan tujuan damai, nuklir pun dapat diterapkan sebagai alat untuk membuat senjata pemusnah massal. Pasca hancurnya jepang yang di luluh lantakkan oleh musuh dalam perang dunia kedua dengan bom atom yang berhulu ledak nuklir merupakan salah satu bukti kuat dimana suatu negara telah memproduksi dan mengembangkan teknlogi nuklirnya dengan tujuan militer. Akibatnya, setelah peristiwa bersejarah itu berakhir, beberapa negara pun selanjutnya berlomba-lomba mengaktifkan beberapa reaktor nuklirnya untuk mencapai tujuan militernya tersebut. Sudah menjadi rahasia umum bahwa beberapa negara yang kita maksudkan disini tidak lain seperti: Israel, Amerika Serikat, Jerman, Inggris, Prancis, korea Utara, Rusia, Bosnia, India, dan Pakistan. Dengan melihat fakta semakin banyaknya negara yang memproduksi senjata nuklir, akhirnya PBB mendirikan sebuah Badan Tenaga Atom Internasional International Atomic Energy Agency atau (IAEA) untuk mengawasi setiap negara yang sedang berupaya mengembangkan teknologi nuklirnya dan dengan  Perjanjian Nonproliferasi Nuklir, Nuclear Non-Proliferation Treaty atau (NPT) yang dibuat untuk membatasi kepemillikan senjata nuklir, Perjanjian ini memiliki tiga pokok utama, yaitu nonproliferasi, perlucutan, dan hak untuk menggunakan teknologi nuklir untuk kepentingan damai. Beberapa negara yang sedang mengembangkan teknologi canggih tersebut akhirnya di “paksa” bertanda tangan untuk mencapai kesepakatan bersama ikhwal program nuklir ini.

Negara Dunia Ketiga Dan Program Nukliranya
Wacana nuklir Iran tentang apakah negara tersebut akan memanfaatkan teknologi nuklirnya demi tujuan militer seperti yang sering di hembuskan oleh media-media Barat untuk menentang laju negara para mullah tersebut bergerak maju dalam hal pengembangan teknologi nuklir damainya memang tidak bisa di pungikiri bahwa sebagai sebuah isu, ternyata mampu mempengauhi berbagai sektor dalam ranah praksis dalam dunia internasional entah itu dalam hal ekonomi, politik, sosial, mau pun budaya.
Disisi lain hegemoni pemikiran Barat dan isu perang terhadap Islam, serta kemampuan mereka memilah-milah negara didunia kedalam tiga kategori bedasarkan tolok ukur ekonominya hingga kita kemudian mengenal adanya sebutan yakni negara maju, berkembang, serta miskin atau terbelakang. Sekarang mari kita lihat dimana semua negara dalam dunia islam ternyata tidak satu pun dimasukan dalam kategori yang petama melainan haurus terdampar dalam kategori kedua dan ketiga. Akibatnya, sesuai logika bangsa Eropa, negara-negara Islam yang masuk dalam kategori kedua dan ketiga akhirnya dipaksa untuk mengikuti segala sesuatu yang menjadi prioritas utama negara maju tersebut.
Dengan melihat fenomena ini negara Republik Islam Iran dengan segala tekad serta upaya untuk eksis dalam berbagai hal utamanya dalam hal pengembangan ilmu pengetahuan seperti sains dan tenologi faktanya harus menuai berbagai macam hambatan untuk membuktikan kepeda negara-negara adidaya bahwa mereka sangat keliru meletakkan negara islam dalam kategori negara miskin atau terbelakang.
Meski demikian, upaya seperti ini penulis yakini tentu tidak hanya berlaku di Iran saja sebagai sebuah negara yang secara konsep mau pun gerakan telah menyatakan sikap untuk memberikan pelawanan kepada Barat. Negara-nagara islam lainnya harus bersatu dalam hal ini, mengembangan segala potensi yang mereka miliki, dan melihat bahwa musuh utama mereka bukanlah sesama internal Islam melainkan negara-negara Barat yang sudah dan telah menyatakan perang terhadap islam baik secara terang-terangan mau pun sembunyi-sembunyi. Utamanya gerakan Zionis Israel yang mendapat tempat sebagai dalang dari semua pemasalahan yang menimpa negara-negara islam saat ini.
Iran hanyalah sebuah contoh negara islam yang berusaha untuk mandiri dengan memanfaatkan fasilitas yang ada utamanya dalam hal pengembangan teknologi nuklir damainya disatu sisi serta berusaha untuk memutus habis konsep ketergantungan kepada Barat disisi lainnya. 
Permasalahan utama yang menjadi ketakutan Barat akan berhasilnya negara-negara yang mereka kelompokkan dalam kategori negara miskin atau terbelakang dalam hal pengembangan teknologi nuklirnya bukanlah terletak pada apakah negara-negara tersebut akan memproduksi senjata pemusna massal. Isu tentang senjata pemusnah massal atau bom atom dalam tataran global hanyalah sebuah kebohongan belaka seperti yang pernah dilakukan Amerika Serikat yang di dalangi oleh Zionis Israel kepada Irak, hingga menyebabkan adanya kependudukan militer dinegara itu. Jika pun negara-negara Islam memproduksinya, lantas dapatkah akal membenarkan sebuah kecaman atau bentuk pelarangan yang justru datangnya dari sebuah negara yang pernah menghancurkan negara lain dengan bom nuklirnya? Yang hingga sampai saat ini pun masih tetap konsisten untuk memiliki senjata pemusnah tersebut.
Ironisnya karena, jika pun Barat terus mengecam Republik Islam Iran sebagai salah satu negara Islam ditimur tengah, yang mereka klaim dan tuduhkan sebagai negara yang sedang memproduksi senjata nuklir namun, lagi-lagi kecaman itu faktanya hanya belaku sepihak saja dan selalu akrab dengan negara-negara Islam di dunia. Negara sekutu mereka selalu aman dari hal ini sebab, bagi negara barat, kemajuan dan persatuan umat muslim didunia merupakan masalah terbesar dibandingkan dengan kemajuan mereka dalam hal teknologi nuklir sekali pun. Isu yang negatif tentang nuklir, Agama, Mazhab, politik, keamanan global dan lain sebagainya adalah sebuah upaya untuk memecah belah persatuan umat muslim diseluruh dunia. Anehnya, meski pun hal ini sudah terlihat begitu nampak di depan mata umat islam itu sendiri, tapi upaya untuk bersatu itu pun masih sangat sulit untuk di mulai disebabkan karena masih adanya beberapa kalangan atau mazhab tertentu di internal islam yang hanya pandai mengumbar tentang pentingnya mengharagai perbedaan tapi dalam ranah praksis tindakan mereka justru malah saling menghujat antar satu sama lain.
Katakanlah saat ini kita mengamini perkataan Barat yang menempatkan semua negara islam dalam kategori negara terbelakang. Hingga akibatnya, upaya pencegahan ikhwal perkembangan teknologi nuklir di negara itu pun menjadi hal yang tak terelakkan. melihat fenomena seperti ini, kita wajib bertanya, mengapa mereka melakukan hal yang demikian kelirunya? Tentu jawaban yang paling sederhana yang dapat penulis ajukan disini adalah tidak lain karena mereka (negara barat) sangat memahami betul akan pentingnya pemanfaatan teknologi nuklir damai dari pada hanya sekedar untuk tujuan militer saja. Maksudnya adalah, siapa pun bagi setiap negara yang berhasil mengembangkan teknlogi nuklir damai ini dengan baik, maka negara tersebut niscaya akan mandiri dengan sendirinya. Negara itu akan melepaskan konsep ketergantungan multak yang selama ini mereka terapkan kepada negara-negara Barat. Dan jika sudah demikian, maka tidak akan lagi konsep negara dunia ketiga (negara berkembang) atau miskin dan terbelakang dalam konsep ekonomi mereka yang akan selalu siap menjadi budak dan menjadikan negara maju sebagai kiblatnya dalam hal memajukan perekonomian, politik, sosial, budaya dan lain sebagainya. Konsep ketergantungan negara terbelakang kepada negara maju akan sirna terhapus oleh deru pemanfaatan teknologi nuklir damai tersebut.
Oleh sebab itu tidak ada alasan bagi peminmpin negara-negara dunia ketiga yang memiliki potensi dalam mengembangkan teknologi canggih ini untuk berdiam diri. Sebab, teknologi nuklir yang dikembangan secara baik dan damai sebagai upaya untuk memperlakukan ciptahan Tuhan dimuka bumi sesuai dengan keinginanNya sungguh tidak akan membuat negara yang mengembangannya merasa rugi, alih-alih justru membuat negara musuh merasa gelisah dan berupaya untuk melakukan pencegahan dengan berbagai macam cara yang mereka miliki. Pemanfaatan Teknologi Nuklir Damai sungguh sangat bermanfaat bagi negara dunia ketiga demi menemukan jati diri negara atau bangsanya yang selama ini sudah dan telah di injak-injak oleh Barat. Dan merupakan salah satu syarat yang ampuh untuk membuat suatu negara atau bangsa mandiri dalam hal apa pun yang menjadi prioritas utama suatu negara dalam mencapai kepentingan nasionalnya hingga tak adalagi konsep ketergantungan mutlak kepada negara-negara Barat. 

Oleh: ISMAIL SAMAD
Kader Sekolah Peradaban Angkatan Pertama


2 comments: