Dengan
nama Allah yang maha pengasih lagi penyayang
Segala
puji hanya bagi Allah pemilik semesta alam. Salawat senantiasa tercurah kepada
kekasihNya yang begitu mulia akhlak dan perangainya, refresentasi seluruh mahluk,
utusan terakhir yang dinanti-nantikan, serta penutup para nabi Allah (Muhammad
Saww), dan keluarganya yang suci, beserta para Rasul dan sahabat yang
senantiasa setia menemati mereka hingga akhir hayat.
Bismillah,
Salah satu keunggulan para pemikir islam jika di bandingkan dengan pemikir
Barat, mengapa setiap kata-kata yang di goreskannya dalam sebuah karya tidak
hanya berhenti terkonsep di tempurung akal, tetapi mampu menembus sampai kerelung hati yang paling dalam,
adalah karena setiap usaha yang mereka lakukan untuk menghasilkan sesuatu,
selain dengan senantiasa mengaharap keridahan Allah, mereka juga senantiasa
membingkai penulisan karya tersebut dengan ritual keagamaan yang sakral.
Berbeda dengan sebagian besar para pemikir Barat, saya tidak mengatakan
semuanya, yang membingkai karya tersebut dengan seteguk alkohol, bahkan lebih,
yang dimana mampu berefek hingga membuat karya tersebut hanya berhenti dan stak
sebagai sebuah konsep di tempurung akal.
Sudah
berapa tulisan yang teman-teman hasilkan? Sudah berapa yang masuk ke blog,
menjadi sebuah buku, dll? Ketika tulisan itu di sebarkan, Anda sangat memiliki
tanggung jawab yang besar terhadapnya. Entah itu dihadapan pencipta, mau pun
diri Anda sendiri. Jangan pernah berkata bahwa “ini tulisanku sendiri” atau
“hanya aku yang boleh mengonsumsinya”. Jika demikian adanya, Anda tidak harus
menyebarkannya ke khalayak pembaca yang setiap waktu bisa membacanya. Lalu
bagaimana jika tulisan Anda dengan konsep yang rancuh itu di ikuti oleh orang
awam? Apakah Anda pernah berfikir kesitu? Semoga Allah senantiasa menjaga kita
dari hal seperti ini.
Sesuai
dengan konteks judul yang saya ajukan, mungkin kita sudah tersingkir terlaluh
jauh dari subtansi pembahasan. Oleh karenanya saya juga harus mengingatkan para
pembaca. Sebab, saya yakin dan percaya bahwa, sampai disini, para pembaca juga
sudah mulai bertanya-tanya, atau mulai berkata “ini judulnya apa bahasannya
apa”. Oleh karena itu saya mohon maaf, karena beginilah metode yang sering saya
gunakan dalam menulis sesuatu yang bagi saya sangat penting. Sekarang mari kita
mulai pokok pembahasan ini dengan memakai metode berdialog.
Kak, Apa itu Pacaran?
Melihat
sub judul di atas, mungkin pembaca sudah senyum-senyum sendiri meski saya tidak
melihatnya. Apakah saya terlalu “GR”? tidak juga. oleh karenanya Izinkan saya
untuk membalas senyum itu dengan simbol. :)
Jadi,
agar masalah ini tidak terlalu sulit, saya akan memberikan definisi sederhana
tentang kata “pacaran” itu sendiri. Sebenarnya, ketika saya menuliskan sub
judul dengan kalimat tanya di atas, kalian tentu sudah memberi jawaban
masing-masing terhadapnya. Apakah saya akan mengatakan bahwa interpretasi
kalian itu salah? Tidak. Sebab apa pun itu, saya rasa masing-masing dari kita
punya hak untuk memberi tafsiran sendiri terhadapnya. Tentu sesuai dengan apa yang
pernah kita alami sendiri dengan pasangan. Dan selama itu rasional (masuk akal)
kenapa tidak untuk di ikuti.
Secara
sederhana, pacaran merupakan status bagi hubungan yang sedang dijalani
seseorang dengan pasangannya. Umumnya ketika seorang pria menyukai salah satu
perempuan idamannya, ia tidak akan sungkan-sungkan untuk mengatakan kepada si
perempuan itu bahwa “aku cinta sama kamu dan berniat jadi pacar kamu” ketika jawaban
itu di balas oleh si perempuan dengan mengatakan “Iya, aku juga sama, aku ingin
jadi cewe kamu kok” maka pada saat itulah mereka berdua sedang berada dalam
status “pacaran”. Mudah kan? Kalian bisa memakai kata apa saja. Entah itu dalam
mengungkapkan perasaan (nembak) begitu pun dengan menjawabnya, yang nantinya
akan berujung pada proses pacaran atau lebih di kenal dengan istilah (baca:
jadian). Begitulah cara ijab kabul dalam pacaran yang saya pahami.
Kak, Bagaimana Posisi Laki-Laki Dan
Perempuan Dalam Status Pacaran?
Wow,
pertanyaan yang cukup menggemaskan. Ada hal yang harus dipahami sebelum menjelaskan posisi laki-laki dan perempuan
dalam status “pacaran”. Sebab, bagi saya, ini sangat penting untuk diketahui.
Apa itu?
Pertama, Apa
yang menyebabkan pacaran itu lebih diminati utamanya oleh kaum remaja. Kedua, Apa yang menjadi tujuan dasar
orang untuk pacaran. Ketiga, Benarkah
pacaran itu di bolehkan jika di tinjau dari segi pandangan ajaran Agama, jika
tidak apa dasarnya. Keempat, adakah alternatif lain yang bisa di
tawarkan selain dari pacaran jika sekiranya ia tidak di benarkan.
Sungguh
kegagalan dalam mengurai beberapa hal di atas akan menyebabkan kita tenggelam
dalam badai hawa nafsu yang tak terkendalikan, yang kemudian akan membuat kita
lebih memilih cara pragmatis untuk melampiaskannya.
Sudah
menjadi kebiasaan, karena begitu banggannya kita dengan pengetahuan yang sangat
minim, maka tingkah dan laku praksis kita pun yang nyata-nyatanya keliru,
justru malah terlihat begitu indah tanpa pernah sedikit pun untuk memikirkan
apakah konsekuensi logis yang diberikannya dapat menempatkan kita di posisi
yang benar atau malah keliru total.
Baik
saya mau pun Anda, yang saat ini menyandang gelar sebagai kaum remaja, tentu
kita sama-sama tahu, bagaimana tingkat kebutuhan kita pada seksualitas. Semua
manusia yang baru berusia baliq sudah mulai memikirkan hal ini kecuali hanya
orang gila saja yang tidak melakukannya.
Disisi
lain, keinginan untuk mencari pendamping hidup, serta menjadikannya sandaran
dalam segala bentuk problema kehidupan untuk mendapatkan ketenangan dan
kedamaian, perlahan-lahan sudah mulai terbersit dalam fikiran. Ini bukanlah hal
mudah, semua membutuhkan wadah dan status yang jelas ketika hendak
menjalaninya. Sebab, bisa jadi tujuan itu sangatlah baik tetapi cara yang kita
lakukan justru malah makin menjauhkan kita dari tujuan baik tersebut.
Anggap
saja saat ini Anda telah menjadikan “pacaran” itu sebagai status untuk
melegalkan segala hastrat dan kebutuhan seperti yang telah kita singgung
diatas. Lantas bagaimana akal akan membenarkan segala bentuk perbuatan Anda
dengan pasangan yang sangat begitu Anda cintai hanya kerana selesai mengucapkan
ijab dan kabul[1]
yang keliru ini. Atau katakanlah saking Anda menyayangi pasangan Anda, dan
berjanji untuk senantiasa menjaga kehormatan dan kesuciannya, saya justru ingin
bertanya kembali, kehormatan dan kesucian seperti apa yang Anda maksudkan dari
pasangan Anda tersebut? apakah ijab dan kabul dalam konteks pacaran itu sudah
cukup untuk menjaga kehormatan dan kesucian pasangan Anda alih-laih justru
melecehkan dan merendahkan utamanya bagi mereka kaum perempuan.
Jangan
berkhayal, bahwa hanya dengan menyandang status sebagai “pacar” itu berarti
Anda sudah bebas melakukan apa saja sesuai dengan kehendak dan keinginan Anda
bersama kekasih Anda sendiri, begitu pun sebaliknya.
Taaa_Daaa....!!!
serius banget bacanya? Santai aja. Huhuhuy. Masih semangat kan? Iya donk harus.
Okay.. lanjut.
Saya
memang bukan ahli agama, Uztads, ulama, rabi, pendeta, atau semacamnya. Tapi
saya masih yakin dan percaya bahwa Agama yang benar adalah agama yang
senantiasa mengajarkan kebaikan. Saya rasa semua ajaran agama sepakat bahwa
berzina merupakan perbuatan nista yang harus di jauhi. Oleh karenanya hijab
adalah konsekuensi logis yang harus di terapkan dalam kehidupan bermasyarakat
untuk mencegah berbagai macam penyimpangan-penyimpangan sosial. Meski, tidak
bisa di pungkiri bahwa masih ada juga sebagian kerabat kita dari penganut aga
lain tidak mewajibkannya. Namun terlepas dari disputasi itu, mereka semua
sepakat bahwa tidak ada ijab dan kabul atau pengucapan janji suci atau lain
sebagainya yang lebih baik selain yang di lakukan dalam pernikahan, meski
metode yang digunakan setiap ajaran Agama berbeda-beda. Ini semua dilakukan
tentu salah satunya dengan maksud untuk mencegah yang namanya perzinahan.
Sebab, ia adalah ritual suci yang begitu sakral yang di haruskan untuk
dilakukan oleh setiap manusia ketika hendak menjalin hubungan yang lebih serius
dengan pasangannya. Ritual ini juga yang menjadikan sesorang
kekasih yang tadinya
haram untuk disentuh akhirnya menjadi halal seusai melakukannya.
Oleh
karena atas dasar inilah, saking pentingnya pernikahan tersebut dalam semua
agama, kita tidak penah menemukan adanya sepasang kekasih yang pidah keyakinan
ke agama lain, itu harus di tuntut untuk menikah lagi sesuai dengan ajaran
agama baru yang di anutnya.
Berbeda
dengan pacaran, sampai saat ini saya belum menemukan adanya dasar yang kuat,
yang dapat di jadikan argumentasi logis untuk mengatakan bahwa “ketika saya
sudah pacaran dengan seseorang, berarti dirinya sudah halal bagi saya”. Iya,
saya belum mendengar ajaran dari suatu agama mana pun yang mengatakan atau
dapat membenarkan pernyataan tersebut. Lantas kenapa sebagian besar kaum remaja
seperti sekarang masih memakai konsep ini? Mereka sebenarnya tahu atau
pura-pura tidak tahu. Kalau kata salah satu teman saya sih “suka-suka gue dong,
yang jalani kan gue. Bukan loe. Ya keleuss baru kenal langsung nikah-nikah aja.
Gimana kalo orangnya jahat? Kan pacaran itu proses untuk saling mengenal juga
galaaaaank”. Heheheehe
Menanggapi
pernyataan teman saya itu, terlebih dahulu saya akan meluruskan pandangan saya
tentang konsep pacaran itu sendiri. Ini tentu sangat penting sebab, jangan
sampai saya di anggap sebagai orang yang tidak suka atau sangat alergi dengan
kata atau istilah pacaran itu, apalagi untuk menerapkannya. Tidak! Sungguh
tidak demikian. Karena sejak pembahasan kita sudah sampai, saya belum pernah
mengeluar statemen bahwa saya sangat membenci apa yang disebut dengan
“pacaran”. Saya akan sepakat selama ia di artikan sebagai proses untuk saling
mengenal. Dan tetap berlaku konsep hijab didalamnya. Artinya, tetap harus ada
batasan atau pemisah baik laki-laki atau pun perempuan dalam hubungan tersebut.
jika sudak demikian baru saya akan sepakat. Sebenarnya ini hanyalah masalah interpretasi kita terhadap
kata “pacaran” itu sendiri. Sebab, cara berfikir kita mengenai hal tersebut,
itu sangat mempebgaruhi tingkah dan laku kita dalam menerapkannya di wilayah
praksis kehidupan sehari-hari.
Lantas
Bagaimana Posisi Laki-Laki Dan Perempuan
Dalam Status Pacaran?. Oppsst. Lupa kalau ada pertanyaan seperti ini. Yaaaa
maaaaff!!!
Sebenarnya
setelah mengamati penjelasan saya sebelumnya, kita tentu suda bisa menegaskan
bahwa baik laiki-laki mau pun perempuan mereka harus tetap menjaga jarak sampai
tiba masa dimana disitu, hijab tidak berlaku lagi bagi keduannya. Sudah paham
kan maksudnya?? Kalau sudah paham, itulah yang saya maksud sebagai alternatif
dari pacaran itu sendiri. Yaaapsss!! Tak terasa pembahasan ini cukup panjang
juga ya. Eheem.. eheem.. eheem..! saya harap kalian masih semangat. huhuhuy
Kak, Saya Sangat Tahu, Kalo Kakak
Itu Tipe Orang Yang Sangat Tidak Jujur Kalau Misalkan Di Tanya Apakah Sudah
Pumya Pacar Atau Belum. Selalu Saja Jawabannya tidak punya. Padahaal?? Kok Kakak
Bisa Seperti Itu Sih? Emang (ehem.. Ehemnya) Gak Marah Tu kak, Kalau Dia Ngga
Kakak Akui Sebagai Pacar??
Yaaaahahahahahahahaaay...!!
Gubraaaaak... Ampun deh. Kok bisa nanya kaya gitu ya dia? Gimana tu
teman-teman, di jawab nggak? Ntar dulu. Masih ngaakaak nih.
Yaaapsss!!
Baiklah. Ini terlepas akan di artikan sebagai bahasa gombalan atau bukan, atau
setiap perempuan yang membacanya akan sakit hati atau tidak, utamanya ( si
ehem.. ehem.. ehem, yang jelas ini adalah konsep saya ketika menjalin hubungan
khusus dan spesial denga seseorang.
Ya,
saya sering mendapatkan pertanyaan yang subtansinya tetap sama dengan
pertanyaan diatas. Entah itu dari sahabat, saudara, teman dll.
Semua
jawaban yang saya berikan tetap sama, dan belum pernah berubah sampai sekarang.
Termaksud yang ingin saya katakan saat ini ke kalian. Bagi sahabat-sahabat yang
sangat dekat dengan saya setiap harinya, yang tahu kehidupan saya setiap
harinya ketika jalan atau menjalin hubungan dengan siapa. Ketika mereka
bertanya seperti itu, jawaban saya Cuma ada dua kata “Tidak punya”. Mereka kadang
bingung, kadang juga senyum-senyum sendiri sambil melirik ke satu objek. Karena
jawaban itu. Ada juga yang seolah melihat saya sebagai pecundang, dll.
Saya
hanya ingin bilang, bahwa saya memang tidak pernah mengaanggap diri saya
sebagai “pacar” bagi perempuan[2]
yang begitu dekat dengan saya. Jika sudah demikian lantas bagaimana saya akan
mengakuinya sebagai “pacar” saya? Apakah saya bohong, tunggu dulu! Ini karena
saya menganggap bahwa nama atau istilah “pacar” itu sangat rendah untuk
menempel pada perempuan yang sangat dekat dengan saya.
Saya
ingin balik bertanya, jika kalian, baik cowo atau pun cewe, yang sudah punya
pacar masing-masing, dan masih setia denga konsep itu, seperti apa konteks
kedekatan kalian dengan pacar kalian sekarang?? Apakah hijab itu masih berlaku?
Atau dengan dalil pacaran kalian akan meanggapnya sebagai sesuatu yang halal,
hingga kalian tidak pernah ragu sedikit pun untuk “menyentuh” pasangan
kalian???
Kalau
pun saya ingin menganggap perempuan yang bersama saya itu sebagai “pacar” maka
tentu, akan ada pemaknaan sendiri dari saya tentang istilah “pacar” itu.
Pemaknaan itu pun haruslah punya dasar, tidak asal bunyi. Misalkan, seorang
”Pacar”, agar ia bisa halal untuk disentuh, maka ia harus di maknai sebagai
“istri”. Tapi nyatanya, mereka tidak pernah menikah, mengucapkan ijab dan
kabul, pengucapan janji sici dll. Bukankah ini adalah argumentasi yang asal
bunyi. Jika ada yang benar-benar melakukan ini, maka itu tidak lain adalah
aktivitas kegilaan yang di lakukan oleh orang jahil/bodoh dalam pandangan saya.
Jadi
begitulah alasan sederhana saya, yang bisa saya ajukan, untuk tidak menganggap
perempuan yang dekat dengan saya itu sebagai “Pacar”. Lalu dirinya sebagai apa?? ada deh! mau tau aja! kalau uda paham alur pembahasan di atas kalian uda ngerti kok dia itu bagi saya sebagai apa.
Tapi
saya tidak katakan ya, kalau saya sudah menikah. Hehehehe. Ini harus di
pertegas. Karena saya sudah melihat fikiran-fikiran baik di kepala para
pembaca. Iya, memikirkan orang agar cepat menikah itu bukanlah hal yang negatif
bagi saya. Semoga kalian juga, utamanya bagi yang membaca tulisan singkat ini dapat beroleh
manfaat. Dan jodohnya bisa di percepat. Semoga, Isya Allah.
Saya
juga tidak bermaksud merekomendasikan agar kalian berhenti untuk pacaran.
Sekali lagi semua tergantung bagaimana kalian mengartikannya, tentu atas dasar
dan alasan yang logis, yang bisa diterima oleh akal sehat.[]
OLEH:
ISMAIL SAMAD
Kader
Sekolah Peradaban Jurnalis (S.P) Indonesia
[1]Ijab dan kabul yang saya maksudkan disini adalah ketika seorang laki-laki
mengungkapkan perasaannya lalu kemudian di jawab dan disepakati oleh
pasangannya (si perempuan). Misalkan si laki-laki mengatakan “aku cinta sama
kamu dan berniat pengen jadi pacar kamu” kemudian si perempuan menanggapinya dengan mengatakan
“iya, aku juga sama, aku mau jadi cewe kamu kok”. Untuk lebih jelasnya silahkan
baca lagi ketika saya sedang menjelskan definisi “pacaran” di pembahasan
sebelumnya. Yaaahuuiii de'. hahahaha
[2] Tentu
saja perempuan yang saya maksudkan disini adalah bukan Ibu, adik, atau teman
biasa.