Sunday, June 2, 2013

SEPERTI APA DAN BAGAIMANA MENCIPTAKAN KONSEP JURNALIS YANG TAUHID?



Konsep atau gagasan dalam bahasa filsafat sering didefinisikan sebagai gambaran realitas yang berada di dalam fikiran atau pahaman. Gambaran ini didapatkan dari misdaknya (realitas luar) tentunya atas upaya sang subjek untuk beroktak langsung dengan objeknya. Gagasan inilah yang kemudian kita kenal dengan sebutan “pengetahuan”. Konsep atau gagasan yang ada dalam pahaman  seseorang inilah yang kemudian akan menjadi penyebab utama atau dasar bagi sesorang berbuat dan bertindak dalam melakukan segala aktifitas. 
Adalah fakta bahwa cara berfikir seseorang sangat mempengaruhi pandangan dunianya, apakah dia akan lebih condong ke materialis ataukah ke Ilahi. Dan pandangan dunia ini sangat mempengaruhi seseorang bagaimana ia memilih atau menentukan ideologinya.
Lalu bagaimana jika persoalan ini kita kaitkan dengan kehidupan jurnalis, maksudnya bagaimana jika seorang jurnalis di benturkan dengan sebuah kosep atau dengan idealismenya dalam melakukan aktifitasnya? Apakah mereka akan manut begitu saja dalam melakukan aktifitas itu dengan bangga menggadaikan idealismenya, Atau mereka akan menghindar karena melihat idelisme itu sebagai sesuatu yang bernilai dalam hidup dan kehidupannya?
Untuk menjawab pertanyaan diatas tidaklah mudah. Oleh sebab itu untuk membuatnya mudah, marilah kita mulai pembahasan ini dengan bagaimana cara untuk membentuk “kesadaran” dalam diri kita untuk melakukan segala sesuatu. Khususnya bagi mereka yang berkecimpung dalam dunia jurnalis. Karena hanya dengan cara seperti itu kita akan lebih mudah mendeteksi perilaku seorang jurnalis apakah dalam melakukan aktifitasnya mereka mampu mempertahankan idealismenya diatas pondasi nilai akhlak dan ketauhidan ataukah tidak, jika dibenturkan dengan tugas yang bertentangan dengan konsep dan keyakinannya.
Kesadaran artinya mengenal identitas diri. Namun muncul pertanyaan dalam benak kita bahwa kenapa kita harus sadar? Dan untuk apa kita harus sadar dalam melakukan segala sesuatu? Sungguh kegagalan dalam menjawab pertanyaan ini akan menyebabkan kita tenggelam dalam lautan dunia atheistik yang tak terampunkan. Alasannya sangat sederhana sebab seseorang yang tidak mengerti tentang sebuah kesadaran apalagi tidak memiliki kesadaran tauhid dalam dirinya, dapat dikatakan sebagai seorang atheis sejati dalam perspektif islam. Disini mungkin saya tidak akan berusaha menjawab pertanyaan diatas sebab saya yakin dan percaya jika para pembaca adalah seseorang pemeluk islam sejati, niscaya akan menjawab pertanyaan tersebut dengan mudah, semudah meneguk air dari dalam gelas.
dalam pandangan islam, kesadaran dapat kita kategorikan kedalam tiga bagian. Pertama, kesadaran sebagai mahluk. kedua, kesadaran akan penciptaan. Ketiga, kesadaran akan pencipta (Tuhan). Ketiga kesadaran inilah yang disebut dengan kesadaran tauhid. 
Kita sama-sama tahu bahwa ketika kita bebicara tentang jurnalis hal ini pasti di identikkan dengan kegiatan tulis menulis, potret memotret, mewartakan berita dan lain sebagainya. Eksis dalam menjadi seorang jurnalis memang merupakan pekerjaan yang mulia. Sebab mereka dapat menyebarkan infromasi dengan cepat kepada khalayak melalu media massa atau elektronik, sebagai tambahan referensi pengetahuan tentang apa yang terjadi bagi khalayak itu sendiri. Salah satu kelebihan mereka pula karena mereka mampu merubah cara berfikir orang-orang dengan cepat melalui tulisan-tulisannya. Namun apa jadinya jika kegiatan jurnalis ini berdiri tegak diatas kendali orang-orang yang tidak memiliki kesadaran tauhid. Sebagaimana telah kita ketahui sebelumnya bahwa orang-orang yang tidak memiliki kesadaran ini dapat kita katakan sebagai seorang atheis sejati. Jawabannya sangat sederhana karena dengan kelebihan yang mereka miliki sebagai seorang jurnalis sebagaimana yang telah kita singgung diatas, maka bukan sesuatu yang mustahil mereka pasti akan melahirkan pengikut-pengikut atheistik yang tak sadar pula dengan pengaruh tulisannya. Mungkin dijaman seperti sekarang ini para pengikut tersebut akan lebih trend jika diberikan gelar baru sebagi seorang “atheis skriptualis” yaitu orang yang sesungguhnya tidak bertuhan lalu mengaku-ngaku dirinya bertuhan.
Inilah yang kemudian menjadi salah satu faktor bagi seorang jurnalis relah menggadaikan idealismenya, rela melakukan sesuatu yang bertentangan dengan apa yang ada di pahamannya, hanya karena persoalan tidak memiliki tiga kesadaran tauhid tersebut. Mereka hidup seperti hewan-hewan yang tersesat tanpa gembala. Sehingga yang mereka tahu hanyalah makan, minum dan “sex”.
Namun tentu berbeda dengan mereka (jurnalis) yang memiliki kesadaran tauhid. Mereka lebih cenderung akan menilai idealisme itu sebagai sesuatu yang mulia dan harus dipertahankan dalam hidup dan kehidupannya. Sehingga ketika di benturkan dengan tugas mereka sebagai seorang jurnalis yang sesungguhnya bertentangan dengan keyakinannya, orang-orang seperti ini akan lebih cenderung menghindar tanpa peduli konsekuensi apa yang harus ditanggungnya atas tindakannya tersebut. Inilah yang dimaksud dengan konsep jurnalis yang tauhid. Sebuah konsep tentang bagaimana membentuk kesadaran yang harus dimiliki oleh seorang jurnalis dalam melakukan segala aktifitasnya. Hingga menjelma menjadi kesadaran jurnalis yang tauhid.
Perlu diketahui bahwa seorang jurnalis yang memiliki kesadran seperti ini (kesadaran tauhid) tidak akan serta merta puas begitu saja dengan kesadaran tersebut. Sebab mereka yakin bahwa dalam doktrin kesadaran tauhid dalam hidup dan kehidupan jurnalis itu akan senantiasa bergerak hingga sampai pada tahap menemukan sebuah peradaban jurnalis yang tidak terlepas dari nilai-nilai ketauhidan. 
Namun untuk menemukan bentuk kesadaran jurnalis yang tauhid utamanya dalam diri individu-individu seorang jurnalis yang bersifat potensial maka, tidak ada cara lain yang harus kita lakukan selain membentuk kesadaran tauhid individu-individu tersebut terlebih dahulu agar dapat membentuk kesadaran tauhid yang kolektif. Kenapa mesti demikian, hal ini disebabkan karena jurnalis eksis dalam sebuah kelompok. Usaha untuk membentuk kesadaran tauhid  satu persatu individu inilah yang kemudian akan menjelma menjadi kesadaran kolektif dalam kelopok jurnalis. Dan dari sinilah kemudian bisa  lahir kesadaran jurnalis yang tauhid yang kita maksud sebelumnya.
Alhasil setelah penjelasan singkat diatas, kita ternyata bisa menemukan bahwa dengan adanya kesadaran tauhid pada diri seorang jurnalis ternyata mampu membentuk suatu kedaran baru yang kita sebut dengan kesadaran jurnalis yang tauhid. Selanjutnya untuk apa kesadaran seperti itu harus ada dalam dunia jurnalis? Ternya kita temukan fakta baru bahwa dalam doktrin kesadaran tauhid dalam hidup dan kehidupan jurnalis ternyata akan terus bergerak hingga sampai pada tahap menemukan peradaban jurnalis yang tidak terlepas dari nilai-nilai ketauhidan. kesadaran jurnalis yang tauhid harus senantiasa tertanam dalam diri seorang jurnalis jika ingin menciptakan peradaban jurnalis yang tauhid. Karena ia merupaka salah satu syarat utama yang harus dipenuhi demi terciptanya peradaban tersebut.
Jika kita amati penjelasan diatas, maka kita akan menemukan dua bentuk revolusi untuk mencapai peradaban jurnalis yang tauhid yaitu: Pertama, Revolusi pemikiran, revolusi ini terjadi ketika kesadaran individu ingin bergerak menuju ke kesadaran jurnalis yang tauhid. Kedua, Revolusia Gerakan Jurnalis Yang Tauhid. Revolusi ini terjadi ketika kesadaran jurnalis yang tauhid ingin bergerak menuju Peradaban Jurnalis yang Tauhid.
Jika konsep seperti ini sudah tertanam sepenuhnya dalam benak soarang jurnalis maka, adalah sebuah keniscayaan mereka dalam melakukan tugasnya pun baik itu menulis, mewartakan berita, memotret dan lain sebagainya, semuanya tidak akan pernah terlepas dari nilai-nilai ketauhidan.


Oleh: ISMAIL SAMAD
Pemerhati Politik FISIP Universitas Muhammadiyah Jakarta dan Kader Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) FISIP UMJ

No comments:

Post a Comment