Thursday, July 24, 2014

Arti “Pacaran” dan Dirinya Bukan “Pacar” Bagi Saya


Dengan nama Allah yang maha pengasih lagi penyayang

Segala puji hanya bagi Allah pemilik semesta alam. Salawat senantiasa tercurah kepada kekasihNya yang begitu mulia akhlak dan perangainya, refresentasi seluruh mahluk, utusan terakhir yang dinanti-nantikan, serta penutup para nabi Allah (Muhammad Saww), dan keluarganya yang suci, beserta para Rasul dan sahabat yang senantiasa setia menemati mereka hingga akhir hayat.

Bismillah, Salah satu keunggulan para pemikir islam jika di bandingkan dengan pemikir Barat, mengapa setiap kata-kata yang di goreskannya dalam sebuah karya tidak hanya berhenti terkonsep di tempurung akal, tetapi mampu menembus  sampai kerelung hati yang paling dalam, adalah karena setiap usaha yang mereka lakukan untuk menghasilkan sesuatu, selain dengan senantiasa mengaharap keridahan Allah, mereka juga senantiasa membingkai penulisan karya tersebut dengan ritual keagamaan yang sakral. Berbeda dengan sebagian besar para pemikir Barat, saya tidak mengatakan semuanya, yang membingkai karya tersebut dengan seteguk alkohol, bahkan lebih, yang dimana mampu berefek hingga membuat karya tersebut hanya berhenti dan stak sebagai sebuah konsep di tempurung akal.

Sudah berapa tulisan yang teman-teman hasilkan? Sudah berapa yang masuk ke blog, menjadi sebuah buku, dll? Ketika tulisan itu di sebarkan, Anda sangat memiliki tanggung jawab yang besar terhadapnya. Entah itu dihadapan pencipta, mau pun diri Anda sendiri. Jangan pernah berkata bahwa “ini tulisanku sendiri” atau “hanya aku yang boleh mengonsumsinya”. Jika demikian adanya, Anda tidak harus menyebarkannya ke khalayak pembaca yang setiap waktu bisa membacanya. Lalu bagaimana jika tulisan Anda dengan konsep yang rancuh itu di ikuti oleh orang awam? Apakah Anda pernah berfikir kesitu? Semoga Allah senantiasa menjaga kita dari hal seperti ini.

Sesuai dengan konteks judul yang saya ajukan, mungkin kita sudah tersingkir terlaluh jauh dari subtansi pembahasan. Oleh karenanya saya juga harus mengingatkan para pembaca. Sebab, saya yakin dan percaya bahwa, sampai disini, para pembaca juga sudah mulai bertanya-tanya, atau mulai berkata “ini judulnya apa bahasannya apa”. Oleh karena itu saya mohon maaf, karena beginilah metode yang sering saya gunakan dalam menulis sesuatu yang bagi saya sangat penting. Sekarang mari kita mulai pokok pembahasan ini dengan memakai metode berdialog.

Kak, Apa itu Pacaran?

Melihat sub judul di atas, mungkin pembaca sudah senyum-senyum sendiri meski saya tidak melihatnya. Apakah saya terlalu “GR”? tidak juga. oleh karenanya Izinkan saya untuk membalas senyum itu dengan simbol. :)
Jadi, agar masalah ini tidak terlalu sulit, saya akan memberikan definisi sederhana tentang kata “pacaran” itu sendiri. Sebenarnya, ketika saya menuliskan sub judul dengan kalimat tanya di atas, kalian tentu sudah memberi jawaban masing-masing terhadapnya. Apakah saya akan mengatakan bahwa interpretasi kalian itu salah? Tidak. Sebab apa pun itu, saya rasa masing-masing dari kita punya hak untuk memberi tafsiran sendiri terhadapnya. Tentu sesuai dengan apa yang pernah kita alami sendiri dengan pasangan. Dan selama itu rasional (masuk akal) kenapa tidak untuk di ikuti.

Secara sederhana, pacaran merupakan status bagi hubungan yang sedang dijalani seseorang dengan pasangannya. Umumnya ketika seorang pria menyukai salah satu perempuan idamannya, ia tidak akan sungkan-sungkan untuk mengatakan kepada si perempuan itu bahwa “aku cinta sama kamu dan berniat jadi pacar kamu” ketika jawaban itu di balas oleh si perempuan dengan mengatakan “Iya, aku juga sama, aku ingin jadi cewe kamu kok” maka pada saat itulah mereka berdua sedang berada dalam status “pacaran”. Mudah kan? Kalian bisa memakai kata apa saja. Entah itu dalam mengungkapkan perasaan (nembak) begitu pun dengan menjawabnya, yang nantinya akan berujung pada proses pacaran atau lebih di kenal dengan istilah (baca: jadian). Begitulah cara ijab kabul dalam pacaran yang saya pahami.

Kak, Bagaimana Posisi Laki-Laki Dan Perempuan Dalam Status Pacaran? 

Wow, pertanyaan yang cukup menggemaskan. Ada hal yang harus dipahami sebelum  menjelaskan posisi laki-laki dan perempuan dalam status “pacaran”. Sebab, bagi saya, ini sangat penting untuk diketahui. Apa itu?

Pertama, Apa yang menyebabkan pacaran itu lebih diminati utamanya oleh kaum remaja. Kedua, Apa yang menjadi tujuan dasar orang untuk pacaran. Ketiga, Benarkah pacaran itu di bolehkan jika di tinjau dari segi pandangan ajaran Agama, jika tidak apa dasarnya. Keempat,  adakah alternatif lain yang bisa di tawarkan selain dari pacaran jika sekiranya ia tidak di benarkan.

Sungguh kegagalan dalam mengurai beberapa hal di atas akan menyebabkan kita tenggelam dalam badai hawa nafsu yang tak terkendalikan, yang kemudian akan membuat kita lebih memilih cara pragmatis untuk melampiaskannya.

Sudah menjadi kebiasaan, karena begitu banggannya kita dengan pengetahuan yang sangat minim, maka tingkah dan laku praksis kita pun yang nyata-nyatanya keliru, justru malah terlihat begitu indah tanpa pernah sedikit pun untuk memikirkan apakah konsekuensi logis yang diberikannya dapat menempatkan kita di posisi yang benar atau malah keliru total.

Baik saya mau pun Anda, yang saat ini menyandang gelar sebagai kaum remaja, tentu kita sama-sama tahu, bagaimana tingkat kebutuhan kita pada seksualitas. Semua manusia yang baru berusia baliq sudah mulai memikirkan hal ini kecuali hanya orang gila saja yang tidak melakukannya.
Disisi lain, keinginan untuk mencari pendamping hidup, serta menjadikannya sandaran dalam segala bentuk problema kehidupan untuk mendapatkan ketenangan dan kedamaian, perlahan-lahan sudah mulai terbersit dalam fikiran. Ini bukanlah hal mudah, semua membutuhkan wadah dan status yang jelas ketika hendak menjalaninya. Sebab, bisa jadi tujuan itu sangatlah baik tetapi cara yang kita lakukan justru malah makin menjauhkan kita dari tujuan baik tersebut.

Anggap saja saat ini Anda telah menjadikan “pacaran” itu sebagai status untuk melegalkan segala hastrat dan kebutuhan seperti yang telah kita singgung diatas. Lantas bagaimana akal akan membenarkan segala bentuk perbuatan Anda dengan pasangan yang sangat begitu Anda cintai hanya kerana selesai mengucapkan ijab dan kabul[1] yang keliru ini. Atau katakanlah saking Anda menyayangi pasangan Anda, dan berjanji untuk senantiasa menjaga kehormatan dan kesuciannya, saya justru ingin bertanya kembali, kehormatan dan kesucian seperti apa yang Anda maksudkan dari pasangan Anda tersebut? apakah ijab dan kabul dalam konteks pacaran itu sudah cukup untuk menjaga kehormatan dan kesucian pasangan Anda alih-laih justru melecehkan dan merendahkan utamanya bagi mereka kaum perempuan.

Jangan berkhayal, bahwa hanya dengan menyandang status sebagai “pacar” itu berarti Anda sudah bebas melakukan apa saja sesuai dengan kehendak dan keinginan Anda bersama kekasih Anda sendiri, begitu pun sebaliknya.
Taaa_Daaa....!!! serius banget bacanya? Santai aja. Huhuhuy. Masih semangat kan? Iya donk harus. Okay.. lanjut.

Saya memang bukan ahli agama, Uztads, ulama, rabi, pendeta, atau semacamnya. Tapi saya masih yakin dan percaya bahwa Agama yang benar adalah agama yang senantiasa mengajarkan kebaikan. Saya rasa semua ajaran agama sepakat bahwa berzina merupakan perbuatan nista yang harus di jauhi. Oleh karenanya hijab adalah konsekuensi logis yang harus di terapkan dalam kehidupan bermasyarakat untuk mencegah berbagai macam penyimpangan-penyimpangan sosial. Meski, tidak bisa di pungkiri bahwa masih ada juga sebagian kerabat kita dari penganut aga lain tidak mewajibkannya. Namun terlepas dari disputasi itu, mereka semua sepakat bahwa tidak ada ijab dan kabul atau pengucapan janji suci atau lain sebagainya yang lebih baik selain yang di lakukan dalam pernikahan, meski metode yang digunakan setiap ajaran Agama berbeda-beda. Ini semua dilakukan tentu salah satunya dengan maksud untuk mencegah yang namanya perzinahan. Sebab, ia adalah ritual suci yang begitu sakral yang di haruskan untuk dilakukan oleh setiap manusia ketika hendak menjalin hubungan yang lebih serius dengan pasangannya. Ritual ini juga yang menjadikan sesorang 

kekasih yang tadinya haram untuk disentuh akhirnya menjadi halal seusai melakukannya.
Oleh karena atas dasar inilah, saking pentingnya pernikahan tersebut dalam semua agama, kita tidak penah menemukan adanya sepasang kekasih yang pidah keyakinan ke agama lain, itu harus di tuntut untuk menikah lagi sesuai dengan ajaran agama baru yang di anutnya.

Berbeda dengan pacaran, sampai saat ini saya belum menemukan adanya dasar yang kuat, yang dapat di jadikan argumentasi logis untuk mengatakan bahwa “ketika saya sudah pacaran dengan seseorang, berarti dirinya sudah halal bagi saya”. Iya, saya belum mendengar ajaran dari suatu agama mana pun yang mengatakan atau dapat membenarkan pernyataan tersebut. Lantas kenapa sebagian besar kaum remaja seperti sekarang masih memakai konsep ini? Mereka sebenarnya tahu atau pura-pura tidak tahu. Kalau kata salah satu teman saya sih “suka-suka gue dong, yang jalani kan gue. Bukan loe. Ya keleuss baru kenal langsung nikah-nikah aja. Gimana kalo orangnya jahat? Kan pacaran itu proses untuk saling mengenal juga galaaaaank”. Heheheehe

Menanggapi pernyataan teman saya itu, terlebih dahulu saya akan meluruskan pandangan saya tentang konsep pacaran itu sendiri. Ini tentu sangat penting sebab, jangan sampai saya di anggap sebagai orang yang tidak suka atau sangat alergi dengan kata atau istilah pacaran itu, apalagi untuk menerapkannya. Tidak! Sungguh tidak demikian. Karena sejak pembahasan kita sudah sampai, saya belum pernah mengeluar statemen bahwa saya sangat membenci apa yang disebut dengan “pacaran”. Saya akan sepakat selama ia di artikan sebagai proses untuk saling mengenal. Dan tetap berlaku konsep hijab didalamnya. Artinya, tetap harus ada batasan atau pemisah baik laki-laki atau pun perempuan dalam hubungan tersebut. jika sudak demikian baru saya akan sepakat. Sebenarnya ini  hanyalah masalah interpretasi kita terhadap kata “pacaran” itu sendiri. Sebab, cara berfikir kita mengenai hal tersebut, itu sangat mempebgaruhi tingkah dan laku kita dalam menerapkannya di wilayah praksis kehidupan sehari-hari.
Lantas Bagaimana Posisi Laki-Laki Dan Perempuan Dalam Status Pacaran?. Oppsst. Lupa kalau ada pertanyaan seperti ini. Yaaaa maaaaff!!!

Sebenarnya setelah mengamati penjelasan saya sebelumnya, kita tentu suda bisa menegaskan bahwa baik laiki-laki mau pun perempuan mereka harus tetap menjaga jarak sampai tiba masa dimana disitu, hijab tidak berlaku lagi bagi keduannya. Sudah paham kan maksudnya?? Kalau sudah paham, itulah yang saya maksud sebagai alternatif dari pacaran itu sendiri. Yaaapsss!! Tak terasa pembahasan ini cukup panjang juga ya. Eheem.. eheem.. eheem..! saya harap kalian masih semangat. huhuhuy 

Kak, Saya Sangat Tahu, Kalo Kakak Itu Tipe Orang Yang Sangat Tidak Jujur Kalau Misalkan Di Tanya Apakah Sudah Pumya Pacar Atau Belum. Selalu Saja Jawabannya tidak punya. Padahaal?? Kok Kakak Bisa Seperti Itu Sih? Emang (ehem.. Ehemnya) Gak Marah Tu kak, Kalau Dia Ngga Kakak Akui Sebagai Pacar?? 

Yaaaahahahahahahahaaay...!! Gubraaaaak... Ampun deh. Kok bisa nanya kaya gitu ya dia? Gimana tu teman-teman, di jawab nggak? Ntar dulu. Masih ngaakaak nih.
Yaaapsss!! Baiklah. Ini terlepas akan di artikan sebagai bahasa gombalan atau bukan, atau setiap perempuan yang membacanya akan sakit hati atau tidak, utamanya ( si ehem.. ehem.. ehem, yang jelas ini adalah konsep saya ketika menjalin hubungan khusus dan spesial denga seseorang.
Ya, saya sering mendapatkan pertanyaan yang subtansinya tetap sama dengan pertanyaan diatas. Entah itu dari sahabat, saudara, teman dll.

Semua jawaban yang saya berikan tetap sama, dan belum pernah berubah sampai sekarang. Termaksud yang ingin saya katakan saat ini ke kalian. Bagi sahabat-sahabat yang sangat dekat dengan saya setiap harinya, yang tahu kehidupan saya setiap harinya ketika jalan atau menjalin hubungan dengan siapa. Ketika mereka bertanya seperti itu, jawaban saya Cuma ada dua kata “Tidak punya”. Mereka kadang bingung, kadang juga senyum-senyum sendiri sambil melirik ke satu objek. Karena jawaban itu. Ada juga yang seolah melihat saya sebagai pecundang, dll.
Saya hanya ingin bilang, bahwa saya memang tidak pernah mengaanggap diri saya sebagai “pacar” bagi perempuan[2] yang begitu dekat dengan saya. Jika sudah demikian lantas bagaimana saya akan mengakuinya sebagai “pacar” saya? Apakah saya bohong, tunggu dulu! Ini karena saya menganggap bahwa nama atau istilah “pacar” itu sangat rendah untuk menempel pada perempuan yang sangat dekat dengan saya.

Saya ingin balik bertanya, jika kalian, baik cowo atau pun cewe, yang sudah punya pacar masing-masing, dan masih setia denga konsep itu, seperti apa konteks kedekatan kalian dengan pacar kalian sekarang?? Apakah hijab itu masih berlaku? Atau dengan dalil pacaran kalian akan meanggapnya sebagai sesuatu yang halal, hingga kalian tidak pernah ragu sedikit pun untuk “menyentuh” pasangan kalian???

Kalau pun saya ingin menganggap perempuan yang bersama saya itu sebagai “pacar” maka tentu, akan ada pemaknaan sendiri dari saya tentang istilah “pacar” itu. Pemaknaan itu pun haruslah punya dasar, tidak asal bunyi. Misalkan, seorang ”Pacar”, agar ia bisa halal untuk disentuh, maka ia harus di maknai sebagai “istri”. Tapi nyatanya, mereka tidak pernah menikah, mengucapkan ijab dan kabul, pengucapan janji sici dll. Bukankah ini adalah argumentasi yang asal bunyi. Jika ada yang benar-benar melakukan ini, maka itu tidak lain adalah aktivitas kegilaan yang di lakukan oleh orang jahil/bodoh dalam pandangan saya.

Jadi begitulah alasan sederhana saya, yang bisa saya ajukan, untuk tidak menganggap perempuan yang dekat dengan saya itu sebagai “Pacar”. Lalu dirinya sebagai apa?? ada deh! mau tau aja! kalau uda paham alur pembahasan di atas kalian uda ngerti kok dia itu bagi saya sebagai apa.

Tapi saya tidak katakan ya, kalau saya sudah menikah. Hehehehe. Ini harus di pertegas. Karena saya sudah melihat fikiran-fikiran baik di kepala para pembaca. Iya, memikirkan orang agar cepat menikah itu bukanlah hal yang negatif bagi saya. Semoga kalian juga, utamanya bagi yang membaca tulisan singkat ini dapat beroleh manfaat. Dan jodohnya bisa di percepat. Semoga, Isya Allah.

Saya juga tidak bermaksud merekomendasikan agar kalian berhenti untuk pacaran. Sekali lagi semua tergantung bagaimana kalian mengartikannya, tentu atas dasar dan alasan yang logis, yang bisa diterima oleh akal sehat.[]

OLEH: ISMAIL SAMAD
Kader Sekolah Peradaban Jurnalis (S.P) Indonesia




[1]Ijab dan kabul yang saya maksudkan disini adalah ketika seorang laki-laki mengungkapkan perasaannya lalu kemudian di jawab dan disepakati oleh pasangannya (si perempuan). Misalkan si laki-laki mengatakan “aku cinta sama kamu dan berniat pengen jadi pacar kamu” kemudian si perempuan menanggapinya dengan mengatakan “iya, aku juga sama, aku mau jadi cewe kamu kok”. Untuk lebih jelasnya silahkan baca lagi ketika saya sedang menjelskan definisi “pacaran” di pembahasan sebelumnya. Yaaahuuiii de'. hahahaha

[2] Tentu saja perempuan yang saya maksudkan disini adalah bukan Ibu, adik, atau teman biasa.